PEMUSNAHAN ARSIP

Pengertian Pemusnahan Arsip

Secara umum Pemusnahan Arsip adalah aktivitas menghancurkan arsip yang sudah telah habis guna. Pengertian Pemusnahan Arsip menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979 yaitu tindakan atau kegiatan menghancurkan secara fisik arsip yang sudah berakhir fungsinya serta tidak memiliki nilai guna secara total dengan cara membakar habis, dicacah atau dengan cara lain sehingga tidak dapat lagi dikenal baik isi atau bentuknya.

Alur Pemusnahan Arsip

Suatu instansi tidak dapat melakukan Pemusnahan Arsip secara langsung tanpa melakukan prosedur pemusnahan arsip yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Prosedur ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip Pasal 7 sampai dengan Pasal 10 tentang Pemusnahan Arsip. Langkah-langkah Pemusnahan Arsip ini adalah sebagai berikut:
  1. Penilaian ArsipDalam sistem kearsipan yang baik setiap pemusnahan arsip dilakukan jika arsip tersebut sudah tidak berguna. Untuk mengetahui apakah arsip tersebut masih berguna atau tidak maka dilakukanlah penilaian arsip untuk membagi arsip-arsip tersebut berdasarkan golongannya dengan kriteria-kriteria penilaian tertentu. Proses penilaian ini membutuhkan sebuah tim yang biasanya terdiri dari arsiparis dan orang yang mengerti tentang fungsi dan kegiatan instansi. Arsiparis dari tim ini bertugas menentukan lama penyimpanan arsip serta ketentuan yang berlaku dalam pemusnahan arsip, sedangkan orang yang mengerti fungsi dan kegiatan instansi bertugas menentukan nilai guna arsip yang ingin dimusnahkan berdasarkan pada fungsi dan kegiatan instansi.
    Kriteria penilaian arsip yang umum antara lain Nilai Administrasi (Administrative Value), Nilai Hukum (Legal Value), Nilai Keuangan (Financial Value), Nilai Penelitian (Research Value), Nilai Pendidikan (Educational Value), Nilai Dokumentasi (Documentary Value).
    Jika penilaian arsip telah dilakukan, arsip-arsip tersebut dapat digolongkan berdasarkan persentase nilai yang diambil dari kriteria-kriteria penilaian. Beberapa contoh penggolongan arsip yakni penggolongan arsip menurut John Cameron Aspley yaitu Vital Records (arsip vital), Important Records (arsip penting), Useful Records (arsip berguna), Nonessential Records (arsip tidak penting). Selain itu terdapat juga penggolongan arsip menurut George R. Terry yakni Nonessential (tak penting), HelpfulImportant (penting), Vital (vital). Dengan demikian penggolongan arsip menurut persentase nilai gunanya adalah (Maulana, 1974: 181-183): (berguna),
    1. Arsip Vital (persentase nilai 90-100), arsip ini tidak dapat dipindahkan atau dimusnahkan dan disimpan selamanya di pusat arsip. Contohnya Akte Pendirian Perusahaan, Akte Tanah, dst.
    2. Arsip Penting (persentase nilai 50-89), arsip golongan ini dapat dimusnahkan setelah disimpan dengan status aktif selama 5 (lima) tahun dan inaktif selama dua puluh lima tahun. Contohnya Arsip Pertanggungjawaban Keuangan, Arsip Surat Perjanjian (disesuaikan dengan keperluan), dst.
    3. Arsip Berguna (persentase nilai 10-49), pemusnahan dilakukan setelah arsip disimpan dengan status aktif selama 2 (dua) tahun dan inaktif selama 10 (sepuluh) tahun. Contohnya Arsip Laporan Tahunan, Arsip Neraca, dst.
    4. Arsip Tidak Berguna (persentase nilai 0-9), arsip golongan ini dapat langsung dimusnahkan atau disimpan di pusat arsip paling lama 3 (tiga) bulan. Contohnya Arsip Undangan, Arsip Pengumuman, dst.
  2. Jadwal Retensi ArsipLangkah selanjutnya dalam pemusnahan arsip adalah menyesuaikan lama penyimpanan arsip yang kemudian dilakukan pemusnahan berdasarkan Jadwal Retensi Arsip (JRA). Jadwal Retensi yaitu daftar yang berisikan tentang jangka waktu penyimpanan arsip yang digunakan sebagai pedoman. Jadwal retensi arsip ini mencakup kode surat, deskripsi seri rekod/arsip, kurun waktu, jumlah, tingkat perkembangan, serta keterangan dimana berisikan lama penyimpanan dan pemusnahan. Untuk menentukan waktu retensi arsip yang ingin dimusnahkan sebaiknya berdasarkan pada golongan arsip. Hal ini biasanya dikarenakan oleh kebutuhan instansi yang bersangkutan akan nilai guna arsip-arsip tersebut.
    Dalam proses menentukan retensi arsip tidaklah mudah dan harus dilakukan oleh orang yang memahami tentang kearsipan, fungsi dan kegiatan instansi yang bersangkutan. Selain itu, masalah kepegawaian perlu dipertimbangkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan masalah keuangan dipertimbangkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setelah itu JRA tersebut perlu mendapat persetujuan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979.
  3. Penyeleksian ArsipSeleksi arsip yang dilakukan dalam tahap ini berdasarkan pada Jadwal Retensi Arsip. Arsip yang telah di seleksi ini akan dipisahkan untuk dilakukan penyusutan arsip. Arsip-arsip yang sudah diusulkan musnah serta arsip yang masa retensinya sudah habis akan dibuatkan daftar pemusnahan atau yang biasa dikenal dengan Daftar Pertelaan Arsip (DPA). Sedangkan arsip-arsip yang masih memiliki nilai guna atau masih memiliki masa retensi akan disimpan kembali di pusat arsip instansi dan untuk arsip yang menjadi arsip penting (statis) dipindahkan ke Arsip Nasional (ANRI).
  4. Daftar Pertelaan ArsipDaftar Pertelaan Arsip atau yang lebih dikenal dengan DPA ini merupakan daftar arsip-arsip yang telah di atur menurut permasalahan dan sistem kearsipan yang digunakan yang kemudian akan diusulkan musnah. Ada 2 (dua) langkah yang perlu dilakukan untuk mendaftarkan arsip ke dalam DPA, langkah-langkah ini antara lain:
    1. Pembuatan fiches yang berisikan deskripsi arsip. Fiches arsip ini terdiri dari:
      • letak arsip disimpan (boks/odner)
      • inisial nama (pembuat fiches) / no. pembuatan fiches
      • status arsip
      • isi ringkas informasi arsip (permasalahan)
      • keterangan tahun pembuatan surat
      • volume arsip (jumlah arsip)
      • tingkat keaslian (asli, fotokopi, tembusan)
    2. Pencatatan deskripsi/fiches arsip ke dalam Daftar Pertelaan Arsip. Sebelum dilakukan pencatatan terlebih dahulu dibuatkan Daftar Pertelaan Arsip yang terdiri dari:
      • No Urut pendeskripsi
      • Deskripsi isi arsip
      • Tahun
      • Jumlah
      • Tingkat keaslian
      • Boks / Odner
      • Status
  5. Pembuatan Berita Acara PemusnahanSetelah pencacatan arsip di dalam Daftar Pertelaan Arsip telah dilakukan, langkah selanjutnya dalam pemusnahan arsip adalah pembuatan Daftar Acara Pemusnahan. Berita acara yang ingin dibuat perlu mencantumkan golongan arsip yang akan dimusnahkan, jumlah, dan penanggungjawab pemusnahan serta di bawah tanggung jawab kepala bagian dan pejabat yang setingkat lebih tinggi. Berita Acara Pemusnahan yang akan dibuat sebaiknya berisi ringkas, jelas, cepat, dan dilakukan dengan biaya yang murah.
  6. Tahap Pemusnahan ArsipDi tahap inilah pemusnahan arsip dilakukan setelah melakukan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan Surat Edaran Kepala Arsip Nasional nomor SE/01/1981, pemusnahan arsip harus dilakukan dengan disertai Daftar Pertelaan Arsip yang ingin dimusnahkan serta Berita Acara Pemusnahan Arsip yang kemudian ditandatangani oleh Penanggungjawab Pemusnahan bersama saksi-saksi (2 orang). Dalam proses pemusnahan harus dilakukan secara total sehingga tidak dikenal baik isi maupun bentuknya, serta disaksikan oleh dua orang pejabat dari bidang hukum/perundang-undangan atau bidang pengawasan dari Lembaga-Lembaga Negara/Badan-Badan Pemerintah yang bersangkutan. Ada beberapa cara pemusnahan arsip yang biasa dilakukan oleh suatu instansi, diantaranya:
    • pencacahan dengan mesin pencacah
    • pembakaran
    • pemberian bahan kimia tertentu hingga arsip tersebut hancur total
    • pembuburan
    Di tahap akhir ini berdasarkan pada Lampiran Keputusan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 07 Tahun 2005 juga dilakukan dokumentasi kegiatan Pemusnahan Arsip yang terdiri dari:
    1. Rekomendasi Tim
    2. Surat Pertimbangan Kepala BPK dan BKN
    3. Menteri Negara BUMN maupun surat Menteri Dalam Negeri khusus untuk arsip pemerintah daerah
    4. Surat persetujuan Kepala ANRI
    5. Surat Keputusan Pimpinan Instansi
    6. Berita Acara dan Daftar Arsip yang dimusnahkan

Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (DAMRI)

 
Bus DAMRI Bandung, alat angkut mahasiswa dari kota ke Bumi Siliwangi pp 


Apabila ditelusuri lebih jauh lagi, cikal bakal DAMRI sudah dapat dilihat pada zaman Jepang, tepatnya pada tahun 1943, yang mana pada saat itu terdapat dua usaha angkutan di jaman pendudukan Jepang, yaitu JAWA UNYU ZIGYOSHA yang mengkhususkan diri pada angkutan barang dengan truk, gerobak/cikar dan ZIDOSHA SOKYOKU yang melayani angkutan penumpang dengan kendaraan bermotor/bus.Tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, dibawa pengelolaan Kementrian Perhoeboengan RI, JAWA UNYU ZIGYOSHA berubah nama menjadi “Djawatan Pengangkoetan” untuk angkutan barang dan ZIDOSHA SOKYOKU beralih menjadi “Djawatan Angkoetan Darat” untuk angkutan penumpang. Guna memperlancar proses pengopersian serta untuk meneruskan kedua jawatan tersebut, dengan berdasar pada peraturan dewan pertahanan negara tahun 1946 no.4, di Yogyakarta didirikan jawatan angkutan darat bermoto (JADB) yang berada dibawah panitia angkutan darat (PAD). Dalam peraturan dewan pertahanan negara (pasal 9 ayat a. sub 3) antara lain disebutkan bahwa kepada jawatan  angkutan darat bermotor (DABB) ditugaskan untuk menerima penyerahan semua  kendaraan bermotor, yang digunakan sebagai angkutan umum.25 November 1946, kedua jawatan itu digabungkan berdasarkan Makloemat Menteri Perhoeboengan RI No.01/DAM/46 dibentuklah “Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia”, disingkat DAMRI, dengan tugas utama menyelenggarakan pengangkutan darat dengan bus, truk, dan angkutan bermotor lainnya.Tugas ini pulalah yang menjadikan semangat “Kesejarahan” DAMRI yang telah memainkan peranan aktif dalam kiprah perjuangan mempertahankan kemerdekaan melawan agresi Belanda di Jawa.       Sebegitu pentingkah peran DAMRI masa itu? Tentu, walaupun wujud DAMRI kala itu tidak seperti DAMRI pada saat ini. Yang perlu diingat, kala itu armada pertama DAMRI belum berbentuk bus, yang pada sekitar tahun 1945-1950-an masih berbentuk cikar, atau dengan kata lain kereta yang berukuran panjang 515 cm. lebar 200 cm dan tinggi 275 cm  yang ditarik sapi. Pada 1946, cikar DAMRI berfungsi sebagai angkut logistik militer di daerah Banyumas, Surabaya dan Mojokerto.

1945_Bussing Nag ehk nn Dinosaurus_GJoelaid
Clydebank Bus