DIGITALISASI ARSIP NASIONAL

Pernahkah Anda kebingungan mencari sebuah dokumen  yang pernah dibuat satu atau dua bulan yang lalu? Mungkin dokumen itu terselip di antara puluhan atau ratusan dokumen Anda. Bagaimana bila dokumen itu berada di antara ribuan bahkan jutaan dokumen yang Anda miliki? Pada saat itulah kita baru menyadari betapa pentingnya pengarsipan dokumen secara baik dan teratur.
Demikian halnya sebuah negara. Negara kita dalam setiap harinya sangat memungkinkan terbit ratusan dokumen penting, mulai dari surat hingga naskah pidato resmi, dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Dokumen tersebut dapat berbentuk kertas, foto, rekaman suara, dan rekaman video. Dokumen-dokumen tersebut tentu suatu saat akan diperlukan, baik oleh kita, anak-cucu kita, dan generasi penerus bangsa dan negara ini. Oleh karena itu diperlukan sebuah lembaga yang dapat mengumpulkan, mengorganisasi, dan menyimpan dokumen-dokumen tersebut di tempat yang aman. Di sinilah peran lembaga non departemen ANRI, Arsip Nasional Republik Indonesia, sangat diperlukan kehadirannya.
ANRI dengan tekad menjadikan arsip sebagai simpul pemersatu bangsa selalu berusaha untuk memberdayakan arsip sebagai tulang punggung manajemen pemerintahan dan pembangunan, sebagai bukti akuntabilitas kinerja aparatur, sebagai alat bukti sah di pengadilan, dan sebagai memori kolektif dan jati diri bangsa serta bahan bukti pertanggungjawaban nasional. ANRI berusaha memberikan akses kepada publik untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, ilmu pengetahuan dan kemasyarakatan demi kemaslahatan bangsa.
ANRI yang telah ada sejak jaman Hindia Belanda, walau dengan nama yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama, tentu telah melakukan pengumpulan, pengorganisasian, dan penyimpanan jutaan dokumen negara yang sangat penting. Hal ini mengandung konsekuensi logis terhadap kapasitas gedung penyimpanan arsip nasional. ANRI memerlukan tempat penyimpanan yang sangat besar untuk dokumen-dokumen secara fisik.
Kita dapat membayangkan banyaknya dokumen yang telah diarsip oleh ANRI, dari sebelum kemerdekaan sampai saat ini. Untuk dokumen berukuran A4 sebanyak 500 halaman (satu rim) padat saja memerlukan dimensi ruangan sekitar 22 cm x 30 cm x 5 cm. Ini berarti ruangan berdimensi 1 m3 hanya dapat digunakan untuk menyimpan dokumen berukuran A4 maksimal sebanyak 150 ribu halaman padat. Apalagi untuk sebuah proses pengarsipan yang sangat besar dan dalam kurun waktu yang lama, tentu memerlukan ruangan pengolah dan penyimpan yang sangat besar pula.
Penyimpanan arsip secara fisik juga menimbulkan kendala dalam proses pencarian pada era maju sekarang ini. Misal, kita ingin mengetahui dan memiliki copy suatu dokumen undang-undang pendidikan tahun 1948, maka kita harus pergi ke Jakarta menuju gedung Arsip Nasional, mencari dokumen itu di katalog, mencarinya di perpustakaan arsip, meminjam, mencopy, dan mengembalikan dokumen ke tempat semula. Sebuah proses panjang yang kurang efektif dan efisien.
Penyimpanan arsip secara fisik memiliki kerawanan dalam segi keamanan dan keutuhan dokumen. Perawatan arsip yang kurang baik akan menyebabkan kerusakan dokumen, baik oleh faktor biologis maupun faktor fisis. Beberapa contoh kerusakan dokumen karena faktor biologis adalah rayap, ngengat, dan jamur. Contoh kerusakan dokumen karena faktor fisis adalah pelapukan. Kerawanan dalam segi keamanan dan keutuhan dokumen juga dapat dikarenakan faktor force major, misal bencana alam dan kebakaran. Contoh dekat adalah musibah tsunami di provinsi Nangro Aceh Darussalam. Banyak sekali dokumen negara yang tidak terselamatkan dalam musibah ini.
Di sisi lain, teknologi komputer berkembang sangat pesat. Perkembangan ini diikuti pula oleh munculnya media-media penyimpan file dengan daya simpan yang semakin lama semakin meningkat. Media penyimpan file itu diantaranya hard disk. Hard disk saat ini telah mampu menyimpan lebih 750 Gb data. Bahkan beberapa perusahaan jasa penyimpanan data pada dunia maya telah mengembangkan media penyimpan data hingga ribuan Terabyte (1 Tb = 1.000 Gb). Kemajuan dalam hal media penyimpanan secara digital ini merupakan tantangan yang harus dijawab oleh lembaga arsip Indonesia, ANRI.
Menilik beberapa kekurangan model pengarsipan secara fisik/kertas, maka sudah saatnya arsip-arsip nasional kita mulai digeser dari bentuk fisik/kertas menjadi bentuk digital. Satu lembar dokumen berukuran A4 apabila di-scan untuk dijadikan file gambar digital berekstensi jpg memerlukan kapasitas kurang lebih 200 Kb. Dengan demikian 1 Gb dapat menampung hasil digitalisasi dokumen kurang lebih sebanyak 5.000 lembar (10 rim kertas).
Kelebihan yang dapat diperoleh dari arsip digital adalah ruangan penyimpan yang diperlukan tidak terlalu besar. Arsip digital mudah dilakukan back-up file, sehingga bila terjadi kerusakan arsip, maka arsip pada back-up masih tersimpan aman. Arsip digital juga mudah untuk dilakukan managemen dan pengelolaan, baik managemen arsip secara substansial maupun secara tata waktu. Untuk melakukan pencarian suatu dokumen, arsip digital tentulah lebih mudah dibanding arsip fisik.
Yang lebih penting lagi adalah pada era networking ini, arsip digital lebih mudah diakses oleh publik dalam jangkauan yang sangat luas melalui jaringan internet. Dengan demikian usaha ANRI dalam memberikan akses kepada publik untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, ilmu pengetahuan dan kemasyarakatan demi kemaslahatan bangsa dapat tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar