UNIT KEARSIPAN


Unit kearsipan wajib dibentuk pada setiap lembaga Negara, bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kearsipan suatu lembaga Negara.
Pimpinan unit kearsipan adalah seorang pejabat struktural yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan, dibantu oleh Arsiparis.
Unit kearsipan di lembaga negara secara struktural berada di sekretariat jenderal atau sekretariat kementerian atau sekretariat utama/ sebutan lain yang sejenis untuk unit kerja yang memiliki fungsi dan tugas kesekretariatan.
Unit kearsipan lembaga negara dibentuk secara berjenjang yang terdiri atas:
a. Unit Kearsipan I berada pada struktur organisasi sekretariat jenderal atau sekretariat kementerian atau sekretariat utama atau sebutan lain yang sejenis;
b. Unit Kearsipan II berada pada struktur organisasi sekretariat direktorat jenderal, sekretariat inspektorat jenderal, sekretariat badan litbang, secretariat badan diklat dan lain-lain;
c. Unit Kearsipan II berada pada struktur organisasi sub bagian tata usaha kedeputian;

d. Unit kearsipan II juga berada pada struktur organisasi sekretariat instansi vertikal tingkat provinsi dan perwakilan di luar negeri; dan
e. Unit kearsipan III dan unit kearsipan IV dapat dibentuk pada sekretariat instansi vertikal tingkat kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan masing-masing lembaga negara.

Dalam struktur kelembagaan, unit kearsipan I mempunyai hubungan koordinasi fungsional dalam pembinaan dan pengawasan kearsipan. Dalam hal pemusnahan dan penyerahan arsip, unit kearsipan II, III, dan IV harus mendapat persetujuan dari pimpinan lembaga negara melalui unit kearsipan I dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada unit kearsipan di atasnya;
Untuk menjalankan fungsi dan tugas unit kearsipan yang sesuai dengan beban kerja kearsipan dan rentang kendali wilayah pembinaan kearsipan, lembaga negara dapat membentuk organisasi unit kearsipan dengan struktur sebagai berikut:
a. Bagian Kearsipan, apabila lembaga negara tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Mengendalikan lebih dari 200 surat per hari;
2) Mengelola lebih dari 10.000 ribu meter linier arsip inaktif;
3) Membina kearsipan, minimal 7 (tujuh) eselon 1;
4) Melakukan pelayanan arsip inaktif lebih dari 20 kali per tahun; dan
5) Mempunyai wilayah pembinaan sampai dengan tingkat kabupaten/kota atau lebih rendah daripada kabupaten/kota.
Bagian Kearsipan, terdiri dari:

1) Subbag Persuratan yang mempunyai tugas:
a) Melakukan registrasi surat masuk dan surat keluar;
b) Melakukan pendistribusian surat masuk dan surat keluar; dan
c) Melakukan pengendalian surat masuk dan surat keluar sesuai dengan pedoman tata naskah dinas.

2) Subbag Pengelolaan Arsip yang mempunyai tugas:
a) Melakukan koordinasi pelaporan daftar arsip aktif dari unit pengolah;
b) Melakukan koordinasi pemindahan arsip inaktif;
c) Melakukan penyimpanan dan pemeliharaan arsip inaktif;

d) Melakukan koordinasi pembuatan daftar, pemberkasan, pelaporan, serta penyerahan salinan autentik arsip terjaga;
e) Melakukan koordinasi pemusnahan arsip dan penyerahan arsip statis; dan
f) Melakukan pelayanan informasi dan peminjaman arsip inaktif.

3) Subbag Pembinaan dan Evaluasi Kearsipan yang mempunyai tugas:
a) Melakukan pembinaan, penyelenggaraan kearsipan lembaga negara; dan
b) Melakukan pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan kearsipan lembaga negara.

b. Sub Bagian Kearsipan, apabila lembaga negara tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Mengendalikan 50-200 surat per hari;
2) Mengelola 5000-10.000 meter linier arsip inaktif;
3) Membina kearsipan, 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) eselon 1; dan
4) Melakukan pelayanan arsip inaktif 5-20 kali per tahun.

Fungsi dan tugas Sub Bagian Kearsipan:
1) Melakukan pengendalian penciptaan surat di lingkungan lembaga;
2) Melakukan pendistribusian surat masuk dan surat keluar;
3) Melakukan koordinasi pelaporan daftar arsip aktif dari unit pengolah;
4) Melakukan koordinasi pemindahan arsip inaktif;
5) Melakukan pengolahan arsip inaktif;
6) Melakukan penyimpanan dan pemeliharaan;
7) Melakukan koordinasi pembuatan daftar, pemberkasan, pelaporan, serta penyerahan salinan autentik arsip terjaga;
8) Melakukan koordinasi pemusnahan arsip dan penyerahan arsip statis;
9) Melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan kearsipan lembaga negara; dan
10) Melakukan pelayanan informasi dan peminjaman arsip lembaga negara.
Nomenklatur unit kearsipan, tidak digabungkan dengan fungsi atau tugas yang tidak sejenis. Unit kearsipan seharusnya melingkupi kegiatan pengelolaan arsip dinamis sejak penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan serta penyusutan arsip, seperti fungsi dan tugas pengurusan surat, pemberkasan, pemindahan arsip inaktif, pemusnahan dan penyerahan arsip.

Komponen Pengelolaan Unit Kearsipan

Dalam penyelenggaraan kearsipan pada lembaga negara, unit kearsipan harus mempunyai komponen yang meliputi:
1. Sistem Pengelolaan Arsip

Unit kearsipan bertanggung jawab dalam menyusun sistem pengelolaan arsip, yang tertuang dalam standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan arsip atau manual kearsipan, yang terdiri dari:
a. SOP tentang penciptaan arsip yang terdiri dari:
1) Tata Naskah Dinas;
2) Pengurusan Surat; dan
3) Sistem Klasifikasi Keamanan dan Akses Arsip.

b. SOP tentang penggunaan dan pemeliharaan arsip antara lain:
1) Klasifikasi Arsip;
2) Pemberkasan Arsip Aktif;
3) Pengelolaan Arsip Aktif;
4) Penataan Arsip Inaktif;
5) Pemeliharaan dan Perawatan Arsip;
6) Program Arsip Vital;
7) Pengelolaan Arsip Media Baru;
8) Pemberkasan, Pelaporan, dan Penyerahan Arsip Terjaga;
9) Tata Cara Alih Media Arsip; dan
10) Autentikasi Arsip.

c. SOP tentang penyusutan arsip antara lain:
1) Jadwal Retensi Arsip;
2) Pemindahan Arsip;
3) Pemusnahan Arsip; dan
4) Penyerahan Arsip.

2. Prasarana dan Sarana Kearsipan

Dalam pengelolaan arsip inaktif, unit kearsipan bertanggung jawab menyediakan prasarana dan sarana berdasarkan standar prasarana dan sarana kearsipan yang telah ditetapkan, meliputi:
a. Gedung penyimpanan arsip, yang terdiri dari:
1) Ruang transit arsip;
2) Ruang pengolahan;
3) Ruang penyimpanan;
4) Ruang restorasi; dan
5) Ruang pelayanan.
b. Standar pengamanan gedung dari bencana (faktor alam, non alam, dan sosial);
c. Peralatan kearsipan (rak, boks, folder, guide, out indicator, tickler file, roll o’pack); dan
d. Sarana bantu penemuan arsip (daftar arsip aktif, daftar arsip inaktif, daftar berkas, daftar isi berkas).

3. Sumber Daya Manusia Kearsipan

Unit kearsipan harus didukung oleh sumber daya manusia kearsipan yang melakukan pengelolaan unit kearsipan terdiri atas pejabat struktural di bidang kearsipan dan Arsiparis;

a.    Pejabat struktural unit kearsipan:

1) Mempunyai kedudukan sebagai tenaga manajerial yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggung jawab melakukan perencanaan, penyusunan program, pengaturan, pengendalian pelaksanaan kegiatan kearsipan, monitoring dan evaluasi serta pengelolaan sumber daya kearsipan;
2) Mempunyai kompetensi sekurang-kurangnya:
a) Sarjana (S1) di bidang kearsipan; atau
b) Sarjana (S1) di bidang selain bidang kearsipan dan telah mengikuti serta lulus pendidikan dan pelatihan kearsipan yang dipersyaratkan.

b.    Arsiparis unit kearsipan:

1) Mempunyai tugas dan tanggungjawab melakukan pengelolaan arsip mulai dari penilaian arsip, pendataan, pengolahan, penataan, pemeliharaan, pelayanan, pembuatan SOP, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi.
2) Arsiparis tingkat ahli mempunyai kompetensi sekurang-kurangnya:
a) Sarjana (S1) di bidang kearsipan dan duduk dalam jabatan yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggungjawab melaksanakan kegiatan kearsipan; atau
b) Sarjana (S1) di bidang selain bidang kearsipan yang telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional Arsiparis tingkat ahli dan duduk dalam jabatan yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggungjawab melaksanakan kegiatan kearsipan.

3) Arsiparis tingkat terampil mempunyai kompetensi sekurang-kurangnya:
a) Diploma III (DIII) di bidang kearsipan dan duduk dalam jabatan yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggungjawab melaksanakan kegiatan kearsipan; atau
b) Diploma III (DIII) di bidang selain bidang kearsipan yang telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional Arsiparis tingkat terampil dan duduk dalam jabatan yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggungjawab melaksanakan kegiatan kearsipan.

c. Komposisi Arsiparis ahli dan terampil disesuaikan dengan beban kerja dan rentang kendali pengelolaan arsip di lingkungan lembaga yang bersangkutan.

DIGITALISASI ARSIP NASIONAL

Pernahkah Anda kebingungan mencari sebuah dokumen  yang pernah dibuat satu atau dua bulan yang lalu? Mungkin dokumen itu terselip di antara puluhan atau ratusan dokumen Anda. Bagaimana bila dokumen itu berada di antara ribuan bahkan jutaan dokumen yang Anda miliki? Pada saat itulah kita baru menyadari betapa pentingnya pengarsipan dokumen secara baik dan teratur.
Demikian halnya sebuah negara. Negara kita dalam setiap harinya sangat memungkinkan terbit ratusan dokumen penting, mulai dari surat hingga naskah pidato resmi, dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Dokumen tersebut dapat berbentuk kertas, foto, rekaman suara, dan rekaman video. Dokumen-dokumen tersebut tentu suatu saat akan diperlukan, baik oleh kita, anak-cucu kita, dan generasi penerus bangsa dan negara ini. Oleh karena itu diperlukan sebuah lembaga yang dapat mengumpulkan, mengorganisasi, dan menyimpan dokumen-dokumen tersebut di tempat yang aman. Di sinilah peran lembaga non departemen ANRI, Arsip Nasional Republik Indonesia, sangat diperlukan kehadirannya.
ANRI dengan tekad menjadikan arsip sebagai simpul pemersatu bangsa selalu berusaha untuk memberdayakan arsip sebagai tulang punggung manajemen pemerintahan dan pembangunan, sebagai bukti akuntabilitas kinerja aparatur, sebagai alat bukti sah di pengadilan, dan sebagai memori kolektif dan jati diri bangsa serta bahan bukti pertanggungjawaban nasional. ANRI berusaha memberikan akses kepada publik untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, ilmu pengetahuan dan kemasyarakatan demi kemaslahatan bangsa.
ANRI yang telah ada sejak jaman Hindia Belanda, walau dengan nama yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama, tentu telah melakukan pengumpulan, pengorganisasian, dan penyimpanan jutaan dokumen negara yang sangat penting. Hal ini mengandung konsekuensi logis terhadap kapasitas gedung penyimpanan arsip nasional. ANRI memerlukan tempat penyimpanan yang sangat besar untuk dokumen-dokumen secara fisik.
Kita dapat membayangkan banyaknya dokumen yang telah diarsip oleh ANRI, dari sebelum kemerdekaan sampai saat ini. Untuk dokumen berukuran A4 sebanyak 500 halaman (satu rim) padat saja memerlukan dimensi ruangan sekitar 22 cm x 30 cm x 5 cm. Ini berarti ruangan berdimensi 1 m3 hanya dapat digunakan untuk menyimpan dokumen berukuran A4 maksimal sebanyak 150 ribu halaman padat. Apalagi untuk sebuah proses pengarsipan yang sangat besar dan dalam kurun waktu yang lama, tentu memerlukan ruangan pengolah dan penyimpan yang sangat besar pula.
Penyimpanan arsip secara fisik juga menimbulkan kendala dalam proses pencarian pada era maju sekarang ini. Misal, kita ingin mengetahui dan memiliki copy suatu dokumen undang-undang pendidikan tahun 1948, maka kita harus pergi ke Jakarta menuju gedung Arsip Nasional, mencari dokumen itu di katalog, mencarinya di perpustakaan arsip, meminjam, mencopy, dan mengembalikan dokumen ke tempat semula. Sebuah proses panjang yang kurang efektif dan efisien.
Penyimpanan arsip secara fisik memiliki kerawanan dalam segi keamanan dan keutuhan dokumen. Perawatan arsip yang kurang baik akan menyebabkan kerusakan dokumen, baik oleh faktor biologis maupun faktor fisis. Beberapa contoh kerusakan dokumen karena faktor biologis adalah rayap, ngengat, dan jamur. Contoh kerusakan dokumen karena faktor fisis adalah pelapukan. Kerawanan dalam segi keamanan dan keutuhan dokumen juga dapat dikarenakan faktor force major, misal bencana alam dan kebakaran. Contoh dekat adalah musibah tsunami di provinsi Nangro Aceh Darussalam. Banyak sekali dokumen negara yang tidak terselamatkan dalam musibah ini.
Di sisi lain, teknologi komputer berkembang sangat pesat. Perkembangan ini diikuti pula oleh munculnya media-media penyimpan file dengan daya simpan yang semakin lama semakin meningkat. Media penyimpan file itu diantaranya hard disk. Hard disk saat ini telah mampu menyimpan lebih 750 Gb data. Bahkan beberapa perusahaan jasa penyimpanan data pada dunia maya telah mengembangkan media penyimpan data hingga ribuan Terabyte (1 Tb = 1.000 Gb). Kemajuan dalam hal media penyimpanan secara digital ini merupakan tantangan yang harus dijawab oleh lembaga arsip Indonesia, ANRI.
Menilik beberapa kekurangan model pengarsipan secara fisik/kertas, maka sudah saatnya arsip-arsip nasional kita mulai digeser dari bentuk fisik/kertas menjadi bentuk digital. Satu lembar dokumen berukuran A4 apabila di-scan untuk dijadikan file gambar digital berekstensi jpg memerlukan kapasitas kurang lebih 200 Kb. Dengan demikian 1 Gb dapat menampung hasil digitalisasi dokumen kurang lebih sebanyak 5.000 lembar (10 rim kertas).
Kelebihan yang dapat diperoleh dari arsip digital adalah ruangan penyimpan yang diperlukan tidak terlalu besar. Arsip digital mudah dilakukan back-up file, sehingga bila terjadi kerusakan arsip, maka arsip pada back-up masih tersimpan aman. Arsip digital juga mudah untuk dilakukan managemen dan pengelolaan, baik managemen arsip secara substansial maupun secara tata waktu. Untuk melakukan pencarian suatu dokumen, arsip digital tentulah lebih mudah dibanding arsip fisik.
Yang lebih penting lagi adalah pada era networking ini, arsip digital lebih mudah diakses oleh publik dalam jangkauan yang sangat luas melalui jaringan internet. Dengan demikian usaha ANRI dalam memberikan akses kepada publik untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, ilmu pengetahuan dan kemasyarakatan demi kemaslahatan bangsa dapat tercapai.

DIGITALISASI DOKUMEN



Kemajuan teknologi yang semakin pesat mendorong kita untuk senantiasa mengiringi pesatnya teknologi. Oleh karena itu agar tidak tertinggal, mau tak mau kita harus turut berperan serta dalam meraih kemajuan teknologi tersebut terutama teknologi informasi. Teknologi yang kita gunakan saat ini sudah banyak menggunakan sistim digital.
Menurut istilah Digitalisasi adalah” Proses pemberian atau pemakaian sistim
digital” (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sedangkan sistim digital itu sendiri adalah “ Susunan peralatan yang dirancang untuk mengolah besaran fisik yang diwakili oleh besaran digital. Sistim digital yang umum dijumpai antara lain adalah komputer, kalkulator, jam digital, VCD, DVD dan lain-lain.
Pada saat ini penggunaan teknik digital lebih disukai karena berbagai alasan sebagai berikut:
1. Sistim digital lebih mudah dirancang
2. Informasi lebih mudah disimpan
3. Ketepatan dan ketelitiannya lebih tinggi dibandingkan sistim analog
4. Pengoperasiannya relatif mudah
5. Lebih kebal terhadap derau (noise)
Pada prinsipnya Proses digitalisasi terdiri dari dua tahap yaitu:

1. Document capture = perubahan format dari bentuk asli ke digital (PDF). Document capture dapat diproses dengan dua cara, yaitu
1) dengan proses scaning ( untuk jenis format awal yang terdiri dari buku, dokumen, naskah, laporan, foto, gambar yang berbentuk kertas).
2) dengan proses konversi (untuk format awal dalam bentuk file. Adapun jenis-jenis format awal
dokumen terdiri dari:
Text (buku, dokumen, naskah, arsip surat, laporan)
Image (foto, gambar, lukisan, peta)
File (MS Word, Excel, Page maker, JPG format)
Audio nalog (cassette)
Video analog (Video vhs)

2. Document management = pengolahan data bibliografi koleksi digital. Dokumen digital yang ada, diolah dengan software tersendiri misalnya: Winisis, Acrobat reader search, New Spektra dll.
Untuk melakukan digitalisasi diperlukan beberapa perlengkapan /peralatan antara lain komputer yang merupakan salah satu mesin pengolah data mutakhir. Teknik digital sebenarnya telah dimulai sejak jaman prasejarah, sejak manusia belajar menghitung. Perhitungan itu mula-mula dilakukan dengan jari (digitus berarti jari dalam bahasa latin), dan angka dalam bahasa inggris disebut digit.
Selain komputer, alat-alat yang dibutuhkan untuk digitalisasi koleksi/dokumen antara lain, Scanner, CD-RW, CD-R, Printer dan tentunya software yang handal seperti CDS/ISIS versi
Windows yang kita kenal dengan WINISIS. Pada pelaksanaannya, sering dijumpai kendala dalam proses scaning, diantaranya format kertas yang tidak standard, warna kertas yang sudah menguning, ketebalan kertas yang tidak sesuai, ataupun jenis kertas yang licin, semuanya mempersulit proses scaning. Diperlukan keahlian khusus, ketekunan dan kesabaran dalam melakukan scaning dokumen.

PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

1. PENGERTIAN
Penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai adalah merupakan proses
kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan
pekerjaan atau unjuk kerja (perfomance appraisal) seorang pegawai.
Dilingkungan PNS dikenal dengan DP-3 (Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan) yang diatur dalam PP 10 Tahun 1979.

2. MANFAAT
Untuk menetapkan pengembangan karier atau promosi
a. Untuk menentukan training
b. Untuk menentukan standar penggajian
c. Untuk menentukan mutasi atau perpindahan pegawai
d. Meningkatkan produktivitas & tanggung jawab karyawan
e. Meningkatkan motivasi pegawai
f. Menghindari pilih kasih
g. Mengukur keberhasilan kepemimpinan seseorang

3. BIAS DALAM PENGUKURAN KINERJA
a. Hallo effect yaitu pendapat pribadi penilai tentang karya-
wannya yang akan berpengaruh dalam pengukuran prestasi
kerja.
b. Central tendency yaitu penilaian prestasi kerja cenderung
dibuat rata-rata dan penilai menghindari penilaian yang bersifat
ekstrim;
c. Leniency bias, yaitu kecenderungan penilaian untuk meberikan
nilai yang murah dalam evaluasi pelaksanaan kerja para
karyawannya;
d. Strickness bias, yaitu kecenderungan penilai terlalu ketat dan
keras serta mahal dalam evaluasi pelaksanaan kerja para
karyawannya
e. Recency effect (kesan terakhir) yaitu kegiatan terakhir dari
karyawan yang terkesan baik atau buruk, cenderung dijadikan
dasar penilaian prestasi kerja oleh atasannya.4
PERMASALAHAN EMPIRIK
1. Kenyataan empirik menunjukkan proses penilaian pelaksanaan
pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam proses formalitas.
DP3-PNS telah kehilangan arti dan makna substantif, tidak berkait
langsung dengan apa yang telah dikerjakan PNS.
2. DP3-PNS secara substantif tidak dapat digunakan sebagai
penilaian dan pengukuran seberapa besar produktivitas dan
kontribusi PNS terhadap organisasi. Seberapa besar keberhasilan
dan atau kegagalan PNS dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
3. Penilaian DP3-PNS, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian
(personality) dan perilaku (behavior) terfokus pada pembentukan
karakter individu dengan menggunakan kriteria behavioral, belum
terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (end result)
dan pengembangan pemanfaatan potensi.5
4. Proses penilaian lebih bersifat rahasia, sehingga kurang memiliki
nilai edukatif, karena hasil penilaian tidak dikomunikasikan secara
terbuka.
5. Pengukuran dan penilaian prestasi kerja tidak didasarkan pada
target goal (kinerja standar/harapan), sehingga proses penilaian
cenderung terjadi bias dan bersifat subyektif = terlalu pelit/murah,
nilai jalan tengah dengan rata-rata baik untuk menghindari nilai amat
baik atau kurang, apabila diyakini untuk promosi dinilai tinggi, bila
tidak untuk promosi cenderung mencari alasan untuk menilai
sedang atau kurang.
6. Atasan langsung sebagai pejabat penilai, hanya sekedar menilai,
belum/tidak memberi klarifikasi hasil penilaian dan tidak lanjut
penilaian.
7. Atasan pejabat penilai hanya sebagai legalitas hasil penilaian belum
berfungsi sebagai motivator dan evaluator untuk mengevaluasi
seberapa efektif dan konsistensi pejabat penilai dalam melaksa-
nakan proses penilaian.6

ANANTHATOYS
city blocks 26 mainan "wajib punya" ini dapat mengembangkan keterampilan berpikir problem solving, pengenalan warna dan bentuk. juga permainan ini dapat merangsang kemampuan kreatif, imajinatif dan eksploratif anak yang akan menjadi fondasi berpikir logis dan matematis. dibuat menggunakan cat non toxic yang aman untuk anak-anak. untuk anak 2-5 tahun. harga Rp. 60.000
CLICK HERE